Pemindahan RKUD Atas Nama Rakyat Hanya Komoditas

0
66 views
Anggota DPRD Provinsi Banten dapil Lebak dari Partai Gerindra Ade Hidayat. Jumat 15 November 2019

BantenKini.com Serang -Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten Ade Hidayat menyebut pemindahan RKUD dari Bank Banten ke BJB yang diklaim untuk menyelamatkan uang rakyat hanya sebatas komiditas. Sebab, faktanya pemindahan RKUD semakin memperparah kondisi likuditas Bank Banten yang akhirnya membuat banyak nasabah tak bisa menarik uangnya secara normal. Selain itu, dana kas daerah (kasda) senilai Rp 1.9 triliun yang sejatinya uang rakyat juga tidak bisa dicairkan.

“Nasabah itu juga kan bagian rakyat. Saat musim Covid-19 sekarang nasabah butuh uang untuk memenuhi kesehariannya malah duitnya banyak yang tidak bisa ditarik, akibat lukuiditas Bank Banten-nya memburuk pasca pemindahan RKUD. Kemudian, dana kasda Rp 1.9 triliun yang juga tak bisa dicairkan. Uang ini juga uang rakyat, untuk memenuhi kebutuhan rakyat,” katanya.

Jadi, lanjut dia, pemindahan RKUD yang diklaim untuk menyelematkan rakyat belum bisa diterima secara utuh. “Kalau uang rakyat dalam bentuk RKUD ya bisa bisa diselamatkan. Tapi uang rakyat lainnya kan belum. Ini juga perlu diperhatikan dan dicarikan solusinya bagaimana,” ujarnya.

Sejauh ini ia mengaku belum mendengar bagaimana langkah yang diambil Gubernur Banten selalu pemegang saham pengendali terakhir (PSPT) Bank Banten untuk mencari solusi tentang uang nasabah dan dana kasda. “Gubernur Banten perlu menjelaskan kepada publik bagaimana langkah yang akan diambil. Masyarakat butuh kejelasan,” ujarnya.

Pria yang juga Ketua DPC Gerindra Lebak ini juga menyoroti pernyataan Kepala BPKAD Banten Rina Dewiyanti yang menyebut pemindahan RKUD bukan penyebab kondisi likuiditas Bank Banten memburuk. “Memang bukan penyebab tapi pemindahan RKUD semakin membuat likuiditas semakin memburuk,” katanya.

Terkait penarikan dana oleh deposan inti yang disebut akibat adanya laporan keuangan Bank Banten per 21 April yang menunjukan kondisi likuiditas Bank Banten mengkhawatirkan, ia menilai hal itu kurang tepat.

Menurutnya, penarikan dana oleh deposan inti kemungkinan dipicu oleh sikap Pemprov Banten yang tak menunjukan langkah serius dalam menyehatkan Bank Banten. “Yang punya saja tidak menunjukan langkah serius, bisa jadi deposan juga khawatir melihatnya. Coba kalau terlihat langkah seriusnya mungkin saja penarikan oleh deposan itu tak akan pernah terjadi,” katanya.

Jikapun akibat likuiditas Bank Banten yang memburuk, faktanya sampai saat ini masyarakat masih bisa menarik uang meski tak selalu dalam jumlah besar. Hal ini menyangkut kepentingan OJK untuk menjaga stabilitas Bank Banten. “Dan ramainya masyarakat tak bisa menarik uang secara normal sebagaimana biasanya setelah pemprov memindahkan RKUD,” ujarnya.

Seharunya, kata dia, sebagai Kepala BPKAD Banten Rina Dewiyanti mengkaji laporan keuangan dari Bank Banten secara matang melibatkan berbagai pihak. “Libatkan banyak pihak yang kompeten, sehingga diketahui apakah pemindahan RKUD benar-benar satu-satunya jalan yang bisa diambil atau bagaimana. Sampaikan hasil kajiannya kepada publik agar publik paham. Itu bukan uang sendiri, itu uang rakyat, jadi harus jelas mau disepertiapakan,” katanya.

Ia juga menyoroti keputusan pemindahan RKUD, temuan di lapangan diketahui bahwa RKUD di Bank Banten masih aktif. Pembayaran pajak khusunya yang auto debit atau pembayaran sistem lainnya masih masuk masuk ke Bank Banten.

“Harusnya kalau memindahkan rekening yang di Bank Banten-nya tutup. Ini kok masih aktif. Jadi sebenarnya memindahkan atau membuat baru. Di SK gubernurnya juga disebutkan mencabut RKUD di Bank Banten. Tapi yang pembayaran pajak secara auto debit masih bisa masuk ke RKUD di Bank Banten,” ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here