Bantenkini.com Jakarta – Dugaan permainan mafia hukum dalam proses hukum di Kepolisian dan Kejaksaan masih marak terjadi. Harapan Masyarakat Pencari Keadilan dan para korban ketidakadilan di Republik Indonesia masih sering terhempas oleh ulah para oknum Aparat Penegak Hukumnya di Kepolisian maupun Kejaksaan. Seperti yang alami seorang Ibu bernama Katarina Bonggo Warsito. Sudah memasuki tahun ke tujuh sejak peristiwa dugaan penipuan dan pemalsuan yang dialaminya dilaporkan kepada Aparat Kepolisian, namun tak kunjung mendapat keadilan dan kepastian hukum.
Katarina Bonggo Warsito menyebut, ada oknum Biksu Perempuan atau Biksuni dan keluarga besarnya yang diduga kuat bermain praktik mafia hukum yang melibatkan oknum di Kepolisian dan Kejaksaan, yang menyebabkan kasus Tindak Pidana Menyuruh Menempatkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 266 KUHP) yang terjadi Tahun 2018 di Jakarta Pusat, mengalami jalan panjang dan berlit-belit.
“Setelah memasuki tujuh tahun laporan saya ini, kasus ini sudah menetapkan tiga Tersangka. Salah seorang Tersangkanya adalah Biksuni (Biksu Perempuan) berinisial E (Eva-Red),” ungkap Katarina Bonggo Warsito kepada wartawan di bilangan Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2024).
Dari penelusuran wartawan, Biksuni bernama lengkap Eva Jauwan atau Eva menjadi rohaniawan di Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta. Eva memiliki Nomor Induk Kartu Tanda Penduduk (KTP) : 3172017012780018. Eva adalah kelahiran Medan, 30 Desember 1978, dan di KTP berlamat di Kampung Gusti TPI Blok Y/21 RT 12/RW 15, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Namun, dalam data Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, Eva yang memiliki Kartu Rohaniawan dengan Nomor Registrasi : 119719781230202005, tidak memiliki identitas dan data-data yang valid atau akurat.
“Para Tersangka, termasuk Biksuni E tidak pernah dilakukan penahanan. Masih bebas saja berkeliaran, dan tidak dilakukan proses hukum semestinya,” tutur Katarina Bonggo Warsito.
Katarina Bonggo Warsito menjelaskan, awalnya, dirinya menikah dengan seseorang pria bernama Alexander Muwirto pada tahun 2008 silam. Mereka menikah secara agama Budha. Alexander Muwirto memiliki orang tua bernama Aky Jawuan, kelahiran Medan, 4 Juni 1949, dengan Alamat Kampung Gusti TPI Blok Y/21, RT 12/RW 15, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Selain Alexander Muwirto, Aky Jawuan masih memiliki dua anak Perempuan lagi, yakni Ernic Jauwan yang tinggal di Australia, dan Eva yang merupakan Biksuni di Vihara Dharma Suci PIK. Nasib kurang beruntung dialami Katarina Bonggo Warsito dan suaminya Alexander Muwirto. Keluarga baru itu tidak dikaruniai keturunan, malah Alexander Muwirto terus-terusan terlibat pada dugaan penggunaan Narkoba.
“Akhirnya, kami bercerai pada sekitar dua tahun berikutnya. Dan saat itu, sudah diurus untuk harta gono gini. Nah, sejak saat itulah, para Tersangka, yang notabene masih keluarga langsung Alex Muwirto membuat berbagai daya Upaya, dan berupaya melakukan berbagai Tindakan melanggar hukum, dengan memalsukan berbagai dokumen, bahkan juga melakukan serangan-serangan pembusukan kepada saya dan keluarga saya, yang tujuannya agar harta gono gini itu tetap dikuasai mereka seterusnya dan saya tak dibagi,” tutur Katarina Bonggo Warsito.
Pada tahun 2017, Ibu mertua yakni Ibunya Alexander Muwirto meninggal dunia. Dan pada saat itu, masih menempati sebuah apartemen di Mega Ancol, Jakarta Utara.
“Pada saat itu pun, sebenarnya sudah setuju bahwa ada rumah, apartemen dan toko, yang menjadi bagian harta gono gini untuk saya,” ujar Katarina Bonggo Warsito.
Dikarenakan selalu dipersulit dan bahkan dituduh melakukan pernikahan yang tidak sah, maupun berbagai dugaan pemalsuan yang sengaja dilakukan untuk menjegal Katarina Bonggo Warsito, akhirnya Katarina pun membawa persoalan ini ke proses hukum dengan membuat laporan ke Polda Metro Jaya pada 28 Mei 2021.
Sedang laporan masih berproses, Alexander Muwirto yakni mantan suami Katarina Bonggo Warsito dilaporkan meninggal dunia. Nah, sejak saat itu, menurut Katarina Bonggo Warsito, pihak keluarga mertuanya, yakni Aky Jawuan, Ernic Jauwan yang tinggal di Australia, dan Eva yang merupakan Biksuni di Vihara Dharma Suci PIK, terus-terusan melakukan upaya dugaan mafia hukum, agar kasus yang dilaporkan Katarina Bonggo Warsito itu tidak diproses.
“Dari mulai proses Lid, Dik, hingga P-21, sangat lama dan bertele-tele,” ujarnya.
Bahkan, menurut Katarina Bonggo Warsito, dirinya sebagai Pelapor selalu mendapat dugaan ancaman, intimidasi bahkan informasi menghabisi nyawanya senilai Rp 2 miliar.
“Saya diancam, diintimidasi, bahkan diinformasikan kepada saya bahwa akan disuruh orang dibayar 2 miliar untuk menghabisi saya,” ungkap Katarina.
Selain itu, berbagai dagelan proses hukum selalu dipertontonkan oleh oknum aparat, seperti oknum penyidik bersama oknum Jaksa, maupun oknum akademisi hukum untuk menghentikan Katarina untuk memperoleh hak dan keadilannya.
“Ada wakil dekan Fakultas Hukum kampus swasta, yang disuruh membuat semacam legal opinion, yang harus menghadirkan saksi perkawinan secara Buddha, alasannya jikalau itu tidak ada, maka tidak akan ada tersangka. Hal itu pula yang didorong oknum Penyidik kepada pihak oknum Kejaksaan di Kejati DKI, bahwa kasus ini tidak akan P-21 kalau tidak dilakukan maunya mereka,” beber Katarina.
Katarina juga mengakui, ada semacam tekanan yang dialaminya dari oknum penyidik, yang meminta uang hingga Rp 600-an juta, agar kasus itu bisa segera dinaikkan ke Lidik alias untuk penetapan Tersangka.
“Saya tidak berkenan. Dan saya bilang saya akan ikuti proses hukum yang benar,” katanya.
Advokat Sugeng Teguh Santoso, yang merupakan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), yang mengadvokasi dan mendampingi Katarina Bonggo Warsito ini, menyebut, ada sejumlah kejanggalan dan dugaan permainan proses hukum yang dialami Katarani Bonggo Warsito.
Hal itu dibuktikan dengan laporan di Propam Polri, yang memroses dan menyidangkan sejumlah oknum penyidik yang menangani kasus ini. Termasuk dalam proses penahanan para Tersangka, yang ternyata tidak pernah dilakukan oleh Penyidik.
Oleh karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto untuk mengawasi kinerja bawahannya terkait kasus pidana dugaan membuat keterangan palsu dalam surat autentik yang dilaporkan Katarina Bonggo Warsito dengan tiga tersangka. IPW menyatakan bahwa Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mesti menuntaskan perkara pidana ini dengan tersangka AJ, EJ dan E.
“Bahkan untuk tersangka EJ yang berada di luar negeri, pihak kepolisian harus mengeluarkan daftar pencarian orang (DPO),” ujar Sugeng Teguh Santoso.
EJ telah ditetapkan sebagai tersangka melalui pemberitahuan penetapan tersangka bersama E bernomor: B/18495/XI/RES.1.9/2023/Ditreskrimum tertanggal 10 November 2023. Sementara pemberitahuan penetapan tersangka AJ melalui surat ke Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta pada 9 Juni 2023 dengan nomor surat: B/8095/VI/RES.1.9/2023/Ditreskrimum.
Sementara korban melaporkan ke SPKT Polda Metro Jaya dengan laporan polisi nomor: LP/2750/V/YAN.2.5./2021/SPKT PMJ tanggal 28 Mei 2021 karena diduga melakukan pemalsuan surat dan atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik atau penggelapan hak atas benda tidak bergerak dan atau penggelapan sebagaimana pasal 263 KUHP dan atau pasal 266 KUHP dan atau pasal 385 KUHP dan atau pasal 372 KUHP.
Penyidik Polda Metro Jaya menerapkan pasal 266 KUHP, yakni menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik telah cukup bukti dan telah ditetapkan tersangkanya. Atas tindakan tersangka AJ, E dan EJ terhadap hak milik ruko serta hasil usaha dari toko yang berada di Lindeteves Trade Centre Blok GF-2/B1-20 Jalan Hayam Wuruk Jakarta, korban telah dirugikan.
“Pada kasus ini, diduga adanya ketidaknetralan dan ketidakprofesionalan penyidik dalam menangani perkara tersebut. Ini dikarenakan pertama, penyidik telah melakukan kebohongan terhadap pihak kejaksaan yang menyatakan bahwa AJ telah ditahan padahal pihak kepolisian tidak pernah menahannya,” tutur Sugeng Teguh Santoso.
Hal itu diketahui ketika pihak Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengirimkan berkas perkara untuk kedua kalinya dari tersangka AJ ke Kajati DKI Jakarta bernomor: R/3688/VIII/RES 1.9/2023/Ditreskrimum yang ditandatangani oleh AKBP Imam Yulisdianto pada 28 Agustus 2023. Di surat itu, dengan tegas disebutkan kalau tersangka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Kedua, keluarnya keputusan Kapolda Metro Jaya bernomor: Kep/17/I/2024 tanggal 19 Januari 2024 perihal Pembentukan Komisi Kode Etik Profesi Polri terhadap Iptu Bambang Sri Hartoyo, penyidik dari perkara tersebut yang melakukan penyalahgunaan wewenang.
Bidpropam Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan melalui Berkas Pemeriksaan Pendahuluan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri Nomor: BP3KEPP/111/VIII/2023/BIDPROPAM tanggal 21 Agustus 2023 dan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP.A/35/I/2023/Subbagyanduan tanggal 31 Januari 2023 dan telah memutuskan terperiksa bersalah.
Dalam proses pemeriksaan sebagai saksi sidang etik tersebut, korban meminta agar terhadap terperiksa Iptu Bambang Sri Hartoyo diberikan keringanan hukuman dengan alasan terperiksa hanya pelaksana perintah atasannya. Karena itu, saksi korban meminta pada Kapolda Metro Jaya memeriksa dugaan pelanggaran etik atasan Iptu Bambang Sri Hartoyo.
Padahal penyalahgunaan wewenang dari penyidik tersebut telah juga dilaporkan ke Kadivpropam Polri oleh Katarina Bonggo Warsito melalui Surat Penerimaan Surat Pengaduan Propam Nomor: SPSP2/005556/X/2023/BAGYANDUAN tanggal 23 Oktober 2023.
Perihal dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Kanit 2 Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Penyidiknya dalam menangani Laporan Polisi Nomor: LP/2750/V/YAN.2.5./2021/SPKT PMJ tanggal 28 Mei 2021. Karena itu, IPW mengimbau agar Kapolda Metro Jaya untuk mengawasi kinerja bawahannya untuk dapat segera menuntaskan perkara ini sesuai dengan Perkap 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri.
IPW juga mendorong agar Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai peneliti berkas perkara hasil penyidikan polisi dapat segera menyatakan P21 berkas perkara atas nama tersangka EJ dan E sehingga penyidik Polda Metro Jaya dapat segera menyerahkan kedua tersangka EJ dan E pada Kejaksaan untuk disidangkan dengan sebelumnya dilakukan penahanan.
Sugeng Teguh Santoso menambahkan, kasus ini saat ini sudah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakarta Utara).
“Sidang kedua, dijadwalkan pada Selasa 2 April 2024, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kiranya keadilan dan hak-hak para pencari keadilan dipenuhi,” tandasnya.