Ketika ditemui media ini, Suhendar mengatakan bahwa wacana perlunya politik gagasan harus terus dibangun pada Pilkada mendatang agar kontestasi politik ini mampu menghasilkan kepemimpinan politik yang berkualitas dan akuntabel.
“Apalagi kita memahami bahwa tekstur utama dari sebuah proses demokrasi adalah ruang kontestasi ide, gagasan, program, dan ideologi, bukan pasar transaksi jual-beli kepentingan individu dan kelompok-kekerabatan,” kata Suhendar, Rabu 23 Oktober 2019.
Ia menegaskan, dari situlah muncul semangat dan ide awal pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education) agar kontestasi politik dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur masyarakat tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
Suhendar percaya bahwa indikator keberhasilan pilkada tidak diletakkan semata-mata pada ukuran formal-prosedural, tetapi lebih kepada ukuran-ukuran kualitatif dan substantif—yang keduanya jelas memiliki beberapa perbedaan mendasar.
“Setidaknya ada tiga indikator keberhasilan pilkada, di antaranya; (1) Ketika pilkada memberi ruang kebebasan bagi warga negara dalam mengekspresikan hak-hak dasarnya, (2) Ketika pilkada berlangsung melalui kompetisi yang fair, (3) Ketika pilkada menghasilkan kepemimpinan politik yang berkualitas dan memiliki akuntabilitas yang tinggi,” jelasnya.
Pada dimensi proses, menurut Suhendar, pilkada harus dibaca sebagai sarana untuk memperdalam dan memperluas proses konsolidasi demokrasi secara kualitatif. Sementara dalam dimensi hasil, pilkada harus ditempatkan sebagai instrumen untuk mendapatkan kepemimpinan politik yang lebih akuntabel dan responsif dalam mengantarkan pelayanan publik dan kesejahteraan bersama yang lebih baik bagi masyarakat.
“Artinya, dengan konsep Tangsel Baru, maka Tangsel ke depan akan menjadi sebuah kota multietnis-kultural yang toleran, sejahtera, dan adil, serta mengedepankan kualitas pelayanan publik, lengkap dengan semangat reformasi birokrasi maupun modernisasi manajemen pengelolaan kota yang didukung oleh sistem teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi ke semua sektor,” kata pria berusia 36 tahun ini.***
• Yahya Suhada