BANTENKINI.COM, JAKARTA – Di penghujung Ramadan dan jelang Idulfitri, penting bagi setiap Muslim untuk menumbuhkan kepekaan dan empati kemanusiaan, terlebih kepada sekelompok masyarakat yang hidup serba terbatas dan kerap berada dalam kesusahan. Tindakan merasakan kesulitan orang lain itu merupakan jalan penderitaan yang telah diteladankan para pendiri bangsa Indonesia di masa silam.
Demikian diungkapkan Cendekiawan Muslim Sukidi saat mengisi serial Inspirasi Ramadan bertajuk “Menghormati Jasa Pendiri Bangsa dalam Perspektif Islam” yang disiarkan melalui YouTube BKN PDI Perjuangan, Rabu (27/4).
“Ingat ketika Bung Karno memilih jalan hidup penderitaan dengan hidup dari satu pengasingan ke pengasingan yang lain dengan hidup serba kekurangan,” ungkapnya. “Bahkan ketika menjabat sebagai presiden,” Sukidi menambahkan, “rakyatnya tahu bahwa Bung Karno tidak memiliki rumah dan gedung.”
Cendekiawan Muslim Muhammadiyah itu mengatakan, cara hidup demikian itu merupakan wujud dari empati dan tanggung jawab kemanusiaan kepada sesama. Bagi Bung Karno, seorang pemimpin harus berupaya memberikan yang terbaik untuk negerinya, bukan sebaliknya, memanfaatkan kekuasaan atau jabatan untuk mengambil keuntungan dari negara dan rakyatnya.
“I don’t want to take anything from my people (Aku tidak ingin mengambil sesuatu dari rakyatku,” tegas Bung Karno. “Aku justru ingin memberi mereka.”
Sikap pendiri bangsa itu memberikan arti penting dalam memaknai kekuasaan atau jabatan sebagai pengabdian yang hanya beroreintasi untuk berkerja sebaik-baiknya bagi rakyat. Seorang pemimpin tidak layak berpikir tentang mendapat apa, tetapi berfokus untuk memberikan sumbangsih terbaik selama masa kepemimpinannya.
Doktor Kajian Islam dari Harvard University Amerika Serikat itu menegaskan, sebagai pendiri bangsa, Bung Karno memberikan teladan penting soal etika bernegara dengan memaknai jabatan sebagai jalan pengabdian. Menurutnya, sikap tersebut layak ditiru para pemimpin masa kini sehingga tidak berpikir untuk megeksploitasi kekayaan negara demi hidup bermewah-mewahan di tengah hidup rakyat yang terbatas dan serba kesusahan.
“Saya kira, pejabat publik perlu belajar dari hidup sebagai pengabdian yang telah diajarkan Bung Karno,” tegasnya
Selain Bung Karno, Haji Agus Salim dan Mohammad Hatta, adalah di antara para pendiri bangsa yang memberikan teladan pengabdian hidup untuk negerinya. Agus Salim adalah sosok pendiri bangsa yang menjalani hidup dengan sangat sederhana. Menurut Sukidi, salah satu pendiri bangsa itu hidup dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya, pernah hidup tanpa listrik, dan tidak pernah punya rumah sampai akhir hayatnya.
“Kalau pun ia ingin hidup serba cukup, sangat bisa. Tetapi ia menjiwai sikap hidup bahwa jalan memimpin adalah jalan penderitaan, sehingga dia hidup bersama rakyat,” tandasnya.
Begitu pula dengan Hatta yang menjadi teladan penting dalam memilih jalan hidup yang sangat sederhana. Usai melepas jabatannya sebagai Wakil Presiden RI pada tahun 1956, Hatta tak punya cukup uang untuk membayar tagihan listrik. Sebagai pendiri bangsa, Hatta menjiwai sepenuh hati tentang arti kehidupan rakyat biasa, dengan penuh sadar dalam memilih jalan hidup yang sangat sederhana sebagaimana yang dialami oleh rakyat biasa.
Pemikir Kebinekaan itu menambahkan, keteladanan moral yang ditunjukkan Soekarno, Agus Salim, dan Hatta merupakan pedoman penting bagi para pejabat di masa kini dalam menjalani masa tugas kepemimpinan. Pemimpin seharusnya menunjukkan spirit pengabdian untuk negara dan rakyatnya.
Para pemimpin masa kini harus belajar dari ketulusan hidup para pendiri bangsa dalam mengabdi untuk negara dan rakyatnya. Sangat penting untuk meneladani sikap para pendiri bangsa yang rela mendarmabaktikan pikiran dan hatinya untuk memilih hidup sederhana dan bahkan ikut serta menderita bersama rakyatnya demi masa depan Indonesia yang maju dan sejahtera.
“Karena itulah nama mereka selalu harum, sebab kita mewarisi keteladanan hidup dan pelajaran moral dari mereka,” tambahnya.