BANTENKINI.COM, SERANG- Dalam tiga tahun terakhir sejak 2014 sampai 2017, Pemerintah Indonesia di era presiden Joko Widodo semakin aktif mempromosikan Program Sertifikat Tanah (PST) di Indonesia. Birokrasi yang mahal dan tidak efektif telah diperbaiki agar dapat mencapai ambisi pemerintah untuk menerbitkan 60 juta sertifikasi tanah pada tahun 2021.
Tetapi sangat di sayangkan, program Pemerintah Indonesia yaitu PST di duga dimanfaat oleh beberapa oknum pejabat Pemerintah di Banten. Kejadian itupun, bermula pada tahun 1990-1991, dimana 80 orang warga Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang memiliki tanah seluas 63 Hektar (H).
Mereka mendapatkan tawaran dari pihak Desa maupun Kecamatan untuk ikut program Nasional, yaitu Sertifikasi Tanah secara gratis. Padahal tanah tersebut adalah warisan dari turun temurun pada tahun 1971.
Berjalannya waktu, dan menunggu selama 17 tahun. Sertifikat tanah milik 80 orang warga Desa Rancapinang tak kunjung dikembalikan. Hingga akhirnya memasuki awal tahun 2017, tanah seluas 63 hektar milik warga Desa Rancapinang mendadak di kuasakan kepada satu orang pemilik, bernama Merysanti Tangga. Sehingga akhirnya, warga Rancapinang hanya mendapatkan hak garap selama 2017 dan bukan sebagai pemilik.
Di pengunjung tahun, Merrysanti ingin menjual sebidang tanah tersebut kepada salah seorang pengusaha. Dengan mengutus salah seorang dari pengusaha tersebut bernama Erfan Efendi Sugianto.
Menurut keterangan, Kuasa Hukum Warga Desa Rancapinang, Direktur Saefullah Keluarga Law firm, Ipul Syaifullah menjelaskan, dalam penjualan tanah seluas 63 Hektar mengalami kendala ataupun tersendat. Alhasil, dikatakan Ipul Syaifullah, pembeli baru membawa seorang oknum Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Banten berinisial E.
“Dikumpulkanlah 42 orang dari 80 orang warga Desa Rancapinang di awal tahun 2018 dengan diberikan uang ganti rugi dengan tak jelas asal usulnya,” katanya saat di temui di Kota Serang, Minggu(4/8).
Lebih dalam Ipul Syaifullah menerangkan, teryata dari 42 orang yang di kumpulkan, berdasarkan dari hasil verifikasi hanya 60 orang warga Desa Rancapinang sebagai pemilik sah tanah seluas 63 Hektar.
“Dengan alasan 20 orang warga Desa Rancapinang tidak memiliki kelengkapan dokumen kepemilikan tanah tersebut,” ungkapnya.
Kemudian dari 60 orang warga Desa Rancapinang, dikatakan Ipul Syaifullah, hanya 42 orang yang diundang dan di kumpulkan oleh oknum Jaksa berinisial E tersebut. Hanyalah 28 orang saja menghadirinya. Mereka pun diberikan uang kerohiman atau bisa di bilang uang ganti rugi sebagai pembayaraan tahap awal sebesar Rp 3 juta untuk 1 orang di pertengahan 2018.
“Sisannya 14 orang tidak menghadirinya, dan tidak mendapatkan uang pembayaran tahap awal,” jelasnya.
Keterlibatan seorang oknum jaksa berinisial E, yang menfasilitasi proyek pembebasan lahan ataupun bisa di bilang sebagai aktor intelektual. Ipul Syaifullah menerangkan, kejadian inipun telah memakan proses dan waktu yang cukup panjang, dengan akhirnya 28 orang yang mendapatkan uang ganti rugi tersebut tak kunjung mendapatkan kejelasan.
Alhasil, kata Ipul Syaifullah, di bentukanlah Tim Advokasi Pendampingan Masyarakat Desa Rancapinang (TAM-R) secara resmi dimulai sejak 25 Oktober 2018. Khusus mendapingi 28 orang warga Desa Rancapinang.
“Singkat cerita, Tim TAM-R telah berhasil bernegosiasi. munculah harga permeter senilai Rp 10 ribu rupiah, dengan total yang dibayar sebanyak 28 orang dan luas tanah sebesar 28 Hektar,” ungkapnya.
Usut punya usut, masih kata Ipul Syaifullah, persoalan tak kunjung sampai disitu. Dikarekana, masih tersisa 14 orang warga Desa Rancapinang dari 42 orang yang diundang oleh oknum Jaksa tersebut. Hingga akhirnya, dari 14 orang yang di temui dan berniat menjual tanahnya.
“Pada saat pembayaran, terdapat 6 orang tidak datang. Uangnnya pun di ambil oleh oknum jaksa berinisial E sebesar Rp 449 juta. Dengan alasan akan dikasihkan,” katanya.
Tetapi lain di mulut, lain perakter. Ipul Syaifullah mengaku, mendapatkan keterangan dari 6 orang warga Desa Rancapinang sampai detik ini belum menerima uang dari oknum Jaksa itu. Padahal tanah yang dimilikinya, seluas 10 Hektar dengan uang senilai Rp 449 juta. Sedangkan untuk 8 orang warga Rancapinang belum dibayarkan dan tanah tersebut tidak mau di jual beli.
Kemudian TAM-R pun punya inisiatif, masih kata Ipul Syaifullah, dengan mencarikan orang yang lain. Alhasil, menjadi temuan dengan masuk pasal 38 sebagai penipuan. 8 orang warga Rancapinang di palsukan nama, dan sudah berkomunikasi dengan oknum Jaksa berinisial E.
“Informasi yang saya dapat, oknum jaksa mengatakan bahwa urus saja, biar hukum saya yang ngatur. TAM-R pun masuk dalam perangkap, dengan 23 Juli 2019, Ketua TAM-R, Rochmat Insany di panggil Polres Kabupaten Pandeglang dan tidak bisa pulang lagi. Karena sebagai tersangka 378. Padahal, di duga oknum Jaksa berinisial E masuk dalam pusaran perkara 378, pembebasan lahan di desa rancecet dan rancapinang kecamatan cimanggu pandeglang. Sekarangpun puluhan warga mengadukan nasibnya ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia,” jelas Ipul Syaifullah yang resmi di tunjuk pada tanggal 29 Juli 2019 sebagai pengacara Rochmat maupun Kuasa Hukum Warga Desa Rancapinang.
diketahui, Statement Ipul Syaifullah tersebut. Dikuatkan oleh salah satu saksi dalam perkara, bernama Saprudin yang menceritakan seluruh kronologis terjadinya seketa lahan melalui selembar kertas tertulis. Di dalamnya di tuliskan, bahwa dengan tidak adanya kejelasan untuk 28 orang warga Rancapinang, akhirnya di bentukanlah Tim Advokasi Pendampingan Masyarakat Desa Rancapinang (TAM-R) secara resmi dimulai sejak 25 Oktober 2018.
Dengan di pimpin langsung sebagai Ketua TAM-R yaitu, Rochmat Insany, Sekretaris, Saprudin Muhamad Suhaemi, Anggota, Hanapi, Anggota, Sarca, dan terakhir Anggota bernama Salim Hidayat.
0
Dalam selembar kertar tersebut, disampaikan bahwa belum pernah bertemu lagi dengan orang yang di
perkenalkan kepada dirinya bernama Erfan Efendi Sugianto perwakilan dari perusahaan yang membeli tanah dari Ny.Merysanti Tangga.
Tertulis juga, bahwa dalam menyalurkan uang konpensasi ganti rugi garapan (KEROHIMAN) kepada masyarakat dengan cara yang menurut saran dan petunjuk dari oknum Jaksa berinisial E ternyata akhirnya saudara Rochmat berurusan dengan hukum. Ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana dugaan penggelapan dan penipuan oleh penyidik Polres Pandeglang. Sekarang pun Sdr.A.Rochmat Insany sudah ditahan terhitung sejak hari Selasa tanggal 23
Juli 2019 di Pores Pandeglang. Demikian kronologi singkat ditulis dengan sebenarnya.
Sedangkan untuk 32 orang dari 60 warga Desa Rancapinang yang sebagaian milik hak untuk 63 Hektar belum mendapatkan kejelasan. Padahal mereka megang girik dan dokumen kepemilikan tanah lainnya.(Kie).