Provinsi Banten Terkenal Budayanya, Apakah KKN Termasuk?

0
314 views

Penulis: Micho Wijayandi*

Sudah menjadi rahasia umum KKN adalah budaya yang telah ada sejak lama dan kerap kali dilakukan sampai sekarang. Praktik seperti ini sudah menjadi hal biasa di mata publik, karena sudah sering terjadi.

Di Banten saja mantan kepala daerahnya terjerat kasus korupsi dengan cara penyelewengan kekuasaan dengan merubah anggaran APBD tahun 2012 untuk alat kesehatan di salah satu Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten pada saat itu. Dari sosok pemimpinnya saja sudah seperti ini tidak salah kita sebagai masyarakat meragukan integeritas para jajaranya.

Tetapi, itu adalah pemerintahan yang lalu bagaimana dengan para kepala daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang sekarang? Sampai saat ini untuk Kepala Daerah di Provinsi Banten belum ada kasus terbukti korupsi setidaknya kasus korupsi yang di angkat ke publik.

Ini menandakan pemerintahan yang sekarang lebih memiliki integeritas dalam menjalankan roda pemerintahan atau takut ketahuan karena ada contoh kasus dari kepala daerah sebelumnya.

Terlepas dari kasus korupsi, Nepotisme juga merupakan hal yang lumrah dikalangan masyarakat terlebih lagi dikalangan pejabat atau petinggi. Dari kacamata politik menurut saya ini bisa disebut sebagai politik balas budi, misalnya jika ada Koalisi Politik yang memenangkan pemilu bisa saja dia akan membalas budi rekan rekan politiknya yang telah membantu untuk memenangkan pemilihan tersebut.

Bisa dengan memberikan proyek garapan seperti pembangunan Fasilitas Publik ataupun juga diberikan jabatan entah ini di DPRD, DPR, atau Lembaga Pemerintah yang lainnya.

Ada juga kemungkinan lain yang berupa kesepakatan di awal, jika Suatu Pihak membantu sebuah Koaslisi Politik untuk memenangkan pemilu, dia telah membuat perjanjian apa saja yang dia minta untuk kepentingannya sendiri, jika Koalisi Politik yang dia bantu berhasil mendapatkan posisinya nanti atau telah memenangkan pemilihan umum, perjanjian yang telah disepakati sebelumnya mau tidak mau harus dipenuhi.

Tentu saja tindakan seperti ini sangat merugikan banyak pihak, kecuali oknum yang melakukan tindakan tersebut. Jika korupsi terus merajalela, dana yang seharusnya dianggarkan untuk kepentingan publik, seperti pembangunan fasilitas umum, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan infrastruktur bisa hilang tanpa diketahui masyarakat.

Masyarakat hanya tau itu dianggarkan untuk hal yang benar, tetapi masyarakat juga tidak tahu bagaimana yang terjadi dilapangan atau yang sebenarnya, apa benar 100% digunakan untuk kepentingan publik atau ada “Diskon” atau “Potongan” dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab.

Dampak negatif datang juga dari tindakan nepotisme, jika pemilihan untuk menduduki suatu jabatan atau diberikan kepercayaan dalam pemerintahan hanya berdasarkan politik balas budi karena pernah saling membantu dalam ajang politik jadi hanya saling bekerja sama agar saling menguntungkan, ini jelas akan berdampak buruk, karena orang tersebut dipilih bukan karena kemampuan atau kompetensi yang dia punya, murni hanya ajang balas budi saja.

Jika terus seperti ini bagaimana bangsa ini bisa naik level ke negara maju, jika dari hal-hal seperti ini saja tidak dilakukan dengan benar.

Per tanggal 20 oktober Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri merilis kasus korupsi di 26 provinsi. Terbanyak ada di provinsi jawa barat, tetapi Provinsi Banten juga tidak kalah dengan urutan ke-10, Banten masuk sepuluh besar kasus korupsi dengan total 24 kasus. Jadi menurut ketua Firli Bahuri, Kasus korupsi yang terjadi dari 2004 – 2020 itu paling banyak adalah kasus suap di proyek dan penyalahgunaan anggaran.

Tetapi, tanggal 9 Desember Provinsi Banten mendapatkan penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai daerah yang mampu menerapkan pencegahan korupsi melalui tim koordinasi dan supervisi pencegahan yang disebut Korsupgah dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai masyarakat kita jadi bingung harus bangga atau tidak, mendapat penghargaan di tahun 2019, tetapi pada 2020 menjadi provinsi dengan pencapaian 10 besar kasus korupsi terbanyak di Indonesia.

Seharusnya dengan telah didapatkannya penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) para pejabat terutama di Provinsi Banten lebih memiliki integeritas, apa ga malu 10 besar kasus korupsi? Dan menurut saya Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan yakni Korsupgah lebih ditingkatkan lagi dan lagi. Jangan merasa cepat puas karena telah mendapat penghargaan tersebut. Untuk apa penghargaan jika tidak bisa mempertahankan capaian itu dan tidak bisa memegang amanah yang telah diberikan.

Jadi, sebagai masyarakat yang baik dan terutama bagi anak muda yang akan menerima estafet roda pemerintahan tidak hanya di Provinsi Banten, Tetapi di seluruh Provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kita harus mulai belajar memiliki integeritas dan tanggung jawab dari hal-hal kecil. Karena, jika pemerintahan kita tetap membudayakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, negara kita sampai kapan pun tidak akan pernah menjadi negara yang maju.

Micho Wijayandi

*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here