Juru Bicara Konvensi Kabinet Jilid Dua, BNP2TKI Harus Ditata dan Dikembangkan

0
66 views

BANTENKINI.COM JAKARTA– Barisa Relawan Nusantara (Baranusa) yang tergabung dalam organ relawan Konvensi Kabinet Jilid Dua Harapan Rakyat, Asosiasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI) dan Mantan TKI menggelar diskusi publik,Kamis (26/9), di Hotel Ibis Tjikini, Menteng Jakarta pusat. Acara tersebut membahas tentang permasalahan Pekerja Migrant dalam Membangun Ekonomi Desa.

Ketua Pelaksana Konvensi Kabinet Jokowi Jilid Dua, Adi Kurniawan mengatakan bahwa alasan diskusi kali ini focus membahas pekerja migran yang erat kaitannya dengan kemanusiaan. Menurut Adi sampai saat ini masih banyak persoalan kekerasan dan pelecehan yang harus diselesaikan. Terutama nasib masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri, apalagi banyak kasus yang dihadapi, baik itu hukuman mati atau disiksa oleh majikannya.

“Bagi kami sebagai pendukung pemerintah patut kita soroti dan awasi. BNPT2TKI (Baalai Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia) harus ditata dan dikembangkan potensi yang ada di Pekerja Migran Indonesia,”tegas Adi.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki) Saiful Mashud kecewa dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, Aspataki masih bisa mengirim tenaga migran ke luar negeri.

“Proses pekerja migran, sejak dari awal sampai lulus dapat sertifikat kompetensi, sampai ditempatkan ke luar negeri. Itu adalah kerja keras kami. Selain membantu pekerja migran kesana-kemari, akomodasi dan sebagainya, keluarga yang ditinggal pun masih kita pinjamkan uang sesuai dengan kebutuhan masing-masing,” tegas Saiful.

Saiful mengatakan bahwa UU 18 Tahun 2017 terkait fungsi perusahaan tidak dimulai dari kepengurusan dokumen. Mereka dipaksa mengetahui informai itu, sehingga pekerja migran menyiapkan dokumen di Kemnaker. Terutama untuk mendapatkan penjelasan dan apa yang dibutuhkan, termasuk beberapa hal yang nantinya diperlukan negara.

Menurut Saiful, hal itu tentu merugikan calon migran, karena mereka harus memikirkan bagaimana mengurus dokumen ke luar negeri tanpa bantuan lembaga. Ditambah, aturan itu mengharuskan calon pekerja migran untuk menunggu anggaran dari pemerintah.
.
“Jadi kalau anggarannya belum ada, kalau keluarganya lapar, meskipun keluarganya butuh duit, tetap tidak bisa pergi. Harus nunggu dulu, antri. Inilah yang menurut kami, warga negara, migran kita didiskriminasi,”pungkas Saiful.

Penulis : Ubed

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here