BANTENKINI.COM, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) menyampaikan, penasehat ahli Kapolri bukanlah hal baru bagi dunia kepolisian di negeri ini. Dari waktu ke waktu, Kapolri kerap memiliki penasihat ahli.
“Seperti saat ini Kapolri Idham Azis mengangkat 17 penasihat ahli terdiri dari berbagai kalangan ahli, ” ujar Ketua Presedium IPW, Neta S Pane dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/1/2020) malam.
IPW memberi apresiasi pada Idham yang sudah mengangkat begitu banyak penasihat ahli meski masa tugasnya sebagai Kapolri begitu singkat, yakni setahun lagi.
Meski memberi apresiasi pada Idham, IPW juga melihat pengangkatan begitu banyak penasihat ahli seakan menunjukkan Kapolri hendak show offorce bahwa dirinya didukung begitu banyak pakar.
“Dalam masa tugas yang tinggal setahun, sejauh mana ke 17 penasihat ahli itu bisa efektif digunakan Kapolri. Selama ini keberadaan penasihat ahli di lingkungan Kapolri lebih banyak sebagai pajangan, ” kata Neta.
Sebab menurutnya, di internal polri sendiri sudah ada staf ahli Kapolri yang terdiri dari jenderal bintang satu dan dua. Selain itu di lingkungan polri sendiri ada enam jenderal bintang tiga.
“Sehingga keberadaan 17 penasihat ahli Kapolri itu bisa membuat tumpang tindihnya kinerja di polri, terutama dengan staf Kapolri yang berpangkat jenderal bintang tiga, dua dan satu, ” tambahnya.
Bukan mustahil mereka bertanya, apa sesungguhnya pekerjaan mereka sekarang ini?. Selain itu dengan begitu banyak penasihat ahli dapat membuat opini bahwa para jendral polri yang selama ini bekerja sesuai tupoksi ternyata tidak dipercaya, sehingga Kapolri harua dibackup lagi dengan begitu banyak penasihat ahli.
IPW menilai, banyaknya penasihat ahli ini menunjukkan bahwa polri lebih doyan membuat organisasinya menjadi obesitas, ketimbang organisasj yang ramping, efisien dan efektif.
Akibat makin obesitasnya organisasinya, semangat polri tidak sejalan dengan semangat presiden Jokowi yang selalu mengatakan akan menghapus sejumlah posisi eselon agar pemerintahan efisien dan efektif.
“Namun yang menarik dari keberadaan penasihat ahli Kapolri itu adalah masuknya Agus Rahardjo mantan pimpinan KPK yang menjadi penasihat ahli Kapolri bidang pemberantasan korupsi, ” terang Neta.
IPW berharap dengan masuknya Agus mantan pimpinan KPK itu bisa mendorong sejumlah kasus korupsi yang mandeg di Bareskrim, seperti kasus kondensat, kasus yayasan Pertamina, kasus Pelindo 2 dan lain-lainnya.
Selain itu lanjut dia, Agus harus bisa mendorong terjadinya sinerji Polri dan KPK untuk membersihkan kepolisian dari perwira-perwira yang korup dan suka pungli.
“Sebagai penasihat ahli Kapolri, Agus harus mendorong KPK melakukan OTT terhadap jenderal atau perwira polri, ” katanya.
Selama ini KPK hanya melakukan OTT terhadap politisi, kepala daerah, hakim dan jaksa dan tidak pernah melakukan OTT terhadap jenderal polisi.
“Dengan masuknya Agus sebagai penasihat ahli Kapolri, sudah saatnya ia mendorong KPK masuk untuk melakukan OTT terhadap jenderal polisi, ” tandasnya.(Iv)