Penulis : Azzahra Salsabila*
Dalam kurun waktu 8 bulan terakhir, Indonesia dan lebih dari 200 negara lain di dunia sedang dihadapi oleh suatu wabah yaitu, COVID-19. Semakin hari kasus Covid-19 ini semakin bertambah dan membuat resah banyak orang terutama di Indonesia. Selain itu ada polemik yang mempertanyakan keberadaan virus ini, apakah virus ini masih ada? atau virus ini hingga sekarang hanyalah isu belaka saja?.
Dengan itu pemerintah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mana kebijakan ini mendapat tanggapan pro dan kontra dari sejumah masyarakat, karena dengan adanya kebijakan tersebut banyak masyarakat yang Putus Hubungan Kerja (PHK) dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu, daya beli masyarakatpun berkurang karena kurangnya pemasukan untuk kebutuhan sehari-hari.
Baru-baru ini pemerintah provinsi Banten melakukan pemindahan kas daerah yang berada di Bank Banten ke Bank BJB. Mengapa kas daerah harus dipindahkan? Menurut Gubernur Banten, Wahidin Halim, “Pemindahan kas ini adalah bentuk langkah cepat dan percepatan untuk memastikan ketersediaan anggaran”, dimana sebelum ia menjadi gubernur dana Pemprov dan kas daerah tersimpan di Bank Banten.
Selain itu, kenapa Gubernur Banten memindahkan kas tersebut? karena pada tanggal 17 April 2020 Bendahara Umum Daerah (BUD) sudah memerintahkan Bank Banten agar membagikan dana bagi hasil pajak Provinsi Banten dan menyalurkan ke kota/kabupaten, tapi hingga 21 April belum disalurkan, dan kini menyebabkan gagal bayar untuk anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) bulan februari sebesar Rp181 miliar.
Diduga Pemprov Banten dalam menjalankan pemerintahannya sudah dua tahun terakhir tidak menyetorkan modal ke Bank Banten, karena khawatir habis digunakan dalam dana operasional, padahal didalam Perda Anggaran Pembelanjaan dan Pendapatan Daerah (APBD) tahun 2018 terdapat penyetoran modal sebanyak Rp175 miliar dan di APBD tahun 2019 sebanyak Rp131 miliar.
Dalam pelaksanaannya, tindakan yang dilakukan pemerintah ini banyak mendapat tanggapan pro dan kontra, dan diduga menjual asset Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov Bank Banten kepada Bank BJB, dalam pernyataan salah seorang sumber terpercaya Bank Banten, menyatakan dugaan tersebut benar adanya bahwa penjualan aset kredit ASN sejumlah 60 persen.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mengatakan “ada sejumlah uang yang megendap dan tidak bisa dicairkan di dalam Bank Banten sebanyak Rp1,9 triliun yang mana uang tersebut dimaksudkan sebagai escrow account (rekening bersama yang minimal ada dua pihak yang bersepakat membuat rekening) di Bank Banten yang belum bisa dipakai hingga Perda baru penyertaan modal ditetapkan.
Ada beberapa pihak yang beranggapan cara yang seharusnya dilakukan Pemprov Banten adalah dengan menyehatkan Bank Banten, agar tidak terjadi pemindahan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank BJB. Dalam rapat umum pemegang saham ada beberapa pemegang saham yang menarik saham hingga Rp1,5 triliun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri sudah menyarankan kepada Pemprov Banten dengan tiga hal : Pertama, Bank Banten digabung dengan Bank BJB atau BJB Syariah. Kedua, Pemprov Banten mengembalikan RKUD ke Bank Banten. Ketiga, menyerahkan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bila Pemprov tidak mengambil keputusan secara cepat.
Dampak yang timbul pada saat pemindahan RKUD atau kas daerah salah satunya adalah menimbulkan rush money (penarikan uang besar-besaran) terutama pada Aparatur Sipil Negara (ASN), dan sebelum terjadi rush ASN ini sebelumnya pernah terjadi juga rush money sebanyak Rp1,7 triliun.
Pemindahan RKUD Banten ini disebabkan pemerintan Provinsi Banten yang sudah 3 kali gagal membayar pembayaran bagi hasil pajak dan biaya penanganan pencegahan Covid-19. Dan dikabarkan terakhir kali gagal membayar untuk pencairan pengadaan alat kesehatan untuk Covid-19 dari pihak ketiga sebesar Rp11,5 miliar.
Kegagalan pengadaan alat kesehatan untuk penanganan covid di Banten, mengakibatkan terhambatnya proses untuk penanganan covid yang semakin membludak dan tidak kunjung membaik karena kurangnya alat kesehatan yang lebih baik dan berdaya teknologi yang canggih yang bisa didapatkan.
Dalam penanganan Covid-19 ini, tentu saja bukan hanya alat kesehatan yang dibutuhkan, melainkan juga ekonomi daerah khsusunya yang dipertaruhkan dalam masalah ini. Akibat pemindahan kas daerah dari Bank Banten ke Bank BJB membuat sejumlah kerugian yang diterima oleh Pemprov Banten melonjak tinggi, dan sejumlah penolakan dari beberapa pihak, yang membuat kasus ini digugat dan semakin banyak pihak yang pro dan kontra.
Dengan adanya pemindahan RKUD ini ada dampak tersendiri kepada pegawai daerah salah satunya, yaitu beberapa pegawai bahkan hampir seluruhnya yang mempunyai tunjangan dari daerah tersebut dipotong bahkan hampir tidak ada sama sekali tunjangan bagi pegawai daerah, dan beberapa bulan terakhir pun yang mempunyai tabungan di Bank Banten sendiri, terancam tidak bisa dicairkan dana nya, sehingga membuat pegawai dan masyarakat berpindah ke Bank lain.
*Penulis merupakan mahasiswa program studi ilmu komunikasi , FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Riwayat Hidup Penulis
Azzahra Salsabila, biasa dipanggil Ara, lahir di Cilegon, Banten pada 21 Februari 2002. Sedang menempuh pendidikan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Program Studi Ilmu Komunikasi, semester satu.
Sebelumnya, pengalaman saya dalam menulis artikel memanglah belum mahir, karena disini pun saya masih terus belajar untuk mengasah dan terus mencoba dalam membuat artikel, semoga dengan artikel pertama saya ini bisa menjadi pintu untuk memulai hal baru.
Nomor handphone/WhatsApp : 087761792825
E-mail : arasabil9@gmail.com
Instagram : @arasbl_